Menjejak puncak merbabu pertama kali

20.34

Jika hidup adalah proses belajar seumur hidup akan selalu jadi hal yang menyenangkan ketika melakukan sesuatu pertama kali. Sama saat aku merasakan pertama kali menjejak di ketinggian 3000 mdpl pertamaku, lewat pengalaman itu aku belajar banyak hal.

Waktu itu pertengahan Juni, tercetus ide dari salah satu dari kami untuk naik gunung. Mbak Puspa saat itu memulai obrolan ringan tentang sudah lama sekali dia tidak pernah naik gunung lagi, aku yang belum pernah naik gunung awalnya hanya mendengar sambil lalu, mungkin pernah sih mendaki bukit-bukit gitu, tapi belum pernah ketika harus membawa tas carrier yang beneran hehe.

Rencana itu mengarah untuk diwujudkan. Awal juli grup WA pendakian dibentuk, anggotanya 5 orang dari Purwokerto dan 2 lagi yang akan bergabung dari Jakarta. yaitu suami dan teman mbak Puspa, Mas Faisal dan Shera.

Singkat cerita kami sudah sampai di H-1 pendakian, kami menyiapkan perlengkapan pendakian dan logistik yang ada. Tentu saja karena aku baru pertama kali mendaki, aku hampir menyewa semua peralatan pendakian hehe, wajarlah ya, namanya juga baru pertama. Kalau nanti memang cocok dan ga kapok ya coba nyicil beli perlengkapan tapi kalau bikin kapok ya udah ga usah beli.

Persiapan adalah segalanya
19 Juli 2019, kami berkumpul di kantor Purwokerto jam 11 malam, anggota tim dari Jakarta sudah tiba sejak jam 10 malam. Setelah mengecek barang dan packing, kami berdoa dan persiapan berangkat. Kami melakukan perjalanan naik mobil menuju base camp Selo di Boyolali. Pasti teman-teman sudah tahu gunung yang akan kami daki ini,  ya benar, Gunung Merbabu dengan ketinggian 3142 m. Well, memang langsung menantang untuk pendaki pemula tapi setidaknya kata yang sudah pernah jalurnya tidak terlalu berat.

Sekitar 4 jam perjalanan, tibalah kami di pos pendakian jalur selo sekitar jam 4 pagi, hawa dingin langsung membekap dan hampir semua dari kami menggigil karena belum beradaptasi dengan suhu disana. Kami beristirahat sebentar dan menata ulang bawaan kami. Setelah sarapan dan berdoa bersama, kami mantap mulai mendaki jam 8. Kalau aku boleh menilai kami sudah cukup siap dengan peralatan dan logistik yang kami bawa, pelajaran pertama yang aku dapatkan disini, persiapkan segala sesuatu dengan baik dan terencana.

Gunung Merbabu ini memiliki 5 pos, target kami adalah kami harus sampai di Pos 4 (Sabana 1) sebelum gelap untuk mendirikan tenda agar besok pagi bisa naik ke puncak dengan lebih nyaman. Itulah yang dikatakan Wino (team leader di pendakian ini), Wino yang memiliki pengalaman paling banyak di pendakian sehingga otomatis kami dapuk secara aklamasi bahwa dia yang memimpin rombongan. Apalagi dia sudah beberapa kali ke Merbabu, sehingga aku dan yang lain merasa yakin pendakian ini berjalan lancar. 

Perjalanan menuju pos 1 masih berupa medan yang datar, kami berjalan cukup santai sambil bersenda gurau, aku yang memakai jaket oranye sewaan mirip tim SAR terus bermain peran untuk mengecek kondisi seluruh anggota tim. Tapi beneran ngecek kok bukan cuma pura-pura hehe. Oh iya, profil para pendaki di rombongan ini terbagi dua, 4 diantara 7 sudah pernah mendaki, 3 sisanya (Adit, Christo dan aku) baru pertama kali mendaki, sehingga cukup berimbang lah ya, lalu 2 diantara kami adalah wanita, sehingga cukup ideal dalam kami berbagi peran dalam membawa perlengkapan dan logistik.

Hampir 2,5 jam berjalan diselingi break sejenak tiba juga kami di pos 1, jalan masih cukup mendatar, dalam hatiku masih berpikir "oh enak juga ya naik gunung, tidak seberat yang kuduga". Hal itu tidak aku bicarakan ke yang lain, karena aku lihat yang lain masih semangat. Padahal ini masih belum ada apa-apanya untuk medan di pos berikutnya haha.

Perjalanan berlanjut ke pos 2, kabut masih menyelimuti sekitar kami, sehingga kami tidak bisa melihat dengan jelas view yang ada, kami berharap hujan tidak turun saat itu, karena pastinya akan lebih susah untuk melanjutkan perjalanan. Setibanya di pos 2 kami berhenti untuk makan siang dan beristarahat cukup lama. Ternyata menggendong tas carrier hampir 3 jam sangat lelah. Kami segera membuka bekal yang kami bawa dari base camp dan membuat kopi untuk menghangatkan tubuh.


Puncak masih jauh, bergegas meninggalkan pos 2

Ada harga yang harus dibayar
Setelah merasa cukup istirahat, kami bergegas. Menuju pos 3 jalannya mulai semakin terjal, pikiranku diawal tadi mulai terkikis. Beberapa kali terbersit pikiran "kenapa ya aku mau capek-capek naik gunung kayak gini". Tapi untungnya kami saling menyemengati saat itu.  Katanya semua akan terbayar ketika sudah sampai puncak, baik kita jalani aja proses ini ya teman-teman. Tiba juga kami di pos 3 sudah mulai banyak yang mendirikan tenda disana.  Tapi tujuan kami mendirikan tenda adalah di pos Sabana 1 , masih 1 pos lagi. Menuju Sabana 1 medan sudah semakin terjal dan sangat menanjak, kami harus berpegang pada akar dan tali-tali yang disediakan untuk naik. Bagiku ini adalah medan paling sulit di jalan menuju Merbabu.

Rupanya naik gunung  tidak hanya membuat fisik saja yang lelah, mental juga ikut lelah. "Kenapa kok ga sampai-sampai sih ya", dengusku pelan tanpa kedengeran yang lain. Ditambah lagi kabut dan mendung masih melanda saat itu, aku khawatir tidak bisa melihat sunrise dan pemandangan yang kata orang menakjubkan dengan jelas besok. Tapi jika memang masih mendung bukankah setidaknya pengalaman ini sudah memberikan banyak hal, aku kembali melangkah dengan berserah.


Medan yang cukup terjal selepas pos 3

Kami tiba di Sabana 1 sekitar jam 5 sore, sesuai dengan target kami, sebelum gelap kami sudah harus mendirikan tenda. Setelah tenda berdiri, kami bersiap untuk memasak dan makan malam. Diwarnai cerita dan canda selama perjalanan kami terus berbincang, hingga akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat untuk mempersiapkan diri menuju puncak besok. Malam itu suasana masih penuh kabut dan mendung, bintang pun sama sekali tidak terlihat. Aku berdoa dalam hati waktu itu agar besok pagi kabut dan mendung hilang. Sebuah doa sederhana untuk pengalaman pertama naik gunung yang aku lantunkan sejak di base camp. "Semoga cuaca cerah."

Di dalam tenda, aku memejamkan mata, tapi entah kenapa kok terasa sangat lama, bahkan aku sampai bermimpi bahwa kami bangun kesiangan haha, ketahuan banget ya pertama kalinya naik gunung.  Sekitar jam 3 aku terbangun, dengan masih harap-harap cemas aku mencoba melongok keluar tenda. Ternyata saat itu semesta mengijnkan, langit sangat cerah dan bintang-bintang yang kemarin malam bersembunyi sekarang sedang bersolek cantik-cantiknya. Jangan pernah putus harapan sekalipun mendung di saat malam, esok pagi hari cerah siapa yang tahu. Aku segera membangunkan yang lain karena saking excitednya dengan cuaca yang cerah. Lalu akhirnya kami bersiap untuk summit attack.

Menuju puncak, mengejar sunrise
Jam 4 pagi dengan membawa perlengkapan yang seperlunya kami mulai menuju ke puncak. Sambil diiringi jingle "Menuju Puncak" dari kontestan AFI, kami memulai berjalan, sebenarnya lagu ini cuma aku mainkan dalam pikiran, yang lain tentu saja tidak mendengarnya. Kami melewati Sabana 2 atau pos 5 dan bertemu dengan para pengejar puncak lainnya. Sudah banyak yang berangkat lebih awal rupanya, tapi biarlah, meskipun puncak yang akan kami tuju sama, semua orang punya prosesnya masin-masing.

Insiden terjadi di seperempat perjalanan, karena masih cukup gelap, salah satu dari kami terpeleset. Adit meringis kesakitan karena sepertinya kakinya terkilir. Setelah beristirahat sejenak, Adit merasa kuat untuk melanjutkan sampai puncak, Entah bagaimana dia melakukannya tapi keinginan untuk sampai puncak lebih kuat dari rasa perih yang ditahannya. Sekitar 1 jam berjalan ternyata, puncak sedikit lagi, tempo kami cukup melambat karena harus membarengi Adit. Perjalanan menuju puncak memang selalu jadi yang paling berat, tantangan bermunculan tapi yang bisa kita lakukan adalah terus berjalan.

Beberapa saat kemudian puncak terlihat, suasana juga sudah mulai ramai. Kelelahan kami terbayarkan saat itu, kami melihat gagahnya Gunung Merapi yang ada di balik Gunung Merbabu. Langit biru nampak cerah dan anggun. Waktu itu kami menuju ke puncak Kentengsongo, sebenarnya ada 2 puncak lain yang bisa dituju, namun kami memutuskan hanya ke satu puncak ini saja. Sungguh sebuah pencapaian juga akhirnya aku sampai di ketinggian 3000 ++ pertamaku. Aku terdiam sejenak dan terharu. 
Jaketnya warna-warni seperti power rangers

Kami segera foto-foto untuk mengabadikan momen itu. Terlebih kami yang pendaki pertama kali sepertinya cukup banyak dalam mengambil foto. Dari atas sini aku disadarkan kembali bahwa kita sebagai bagian dari semesta tidak apa-apanya dengan yang membuat semesta ini. Memang benar kata orang, ketika sampai di gunung batas antara bumi dan langit menjadi tipis, disaat yang sama hubungan antara ciptaan dan Sang Pencipta terkoneksi sebentar untuk sejenak si ciptaan bisa bersyukur.

Setelah puas dengan puncak, kami mulai bergegas turun, kami menikmati padang rumput di Sabana 2 sambil beristirahat merasakan hangatnya  mentari pagi dan udara segar. Mengingat waktu terus berjalan, kami segera kembali ke tenda untuk melepas lelah dan sarapan. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, kami mulai membongkar tenda dan packing barang-barang kami lagi untuk persiapan turun.

Perjalanan turun kali ini kabut sudah hilang, kami bisa melihat view yang kemarin tidak kami lihat karena tertutup kabut, tantangan lainnya adalah udara yang cukup terik. Kami cukup banyak beristirahat untuk minum karena hawa terasa panas sekali. Adit yang masih berjuang dengan kakinya yang habis terkilir sempat terpeleset lagi sehingga dia tidak kuat lagi membawa tas bawaanya. Akhirnya, Wino sebagai pemimpin rombongan membawakan tas carrier lain yang cukup ringan untuk diikat di carriernya. Perlahan kami terus turun, kaki-kaki kami harus menahan beban diri dan bawaan kami, cukup terasa pegal di kakiku saat itu, aku ingat sekali bahwa bekasnya masih ada sampai satu minggu setelah pendakian.

Setelah berjalan hampir 5 jam perjalanan tiba juga kami di basecamp. Kami bersyukur karena telah kembali dengan selamat di bawah. Aku ingat ada sebuah papan bertuliskan pesan di atas tadi bahwa berhasilnya sebuah pendakian adalah bisa pulang dengan selamat. Namun ternyata cerita tidak berhenti di situ, kami harus segera sampai lagi di Purwokerto karena harus mengejar kereta ke Jakarta untuk 2 anggota tim kami. Namun setelah dicoba ternyata masih tidak cukup mengejar waktu berangkat kereta.  Beberapa alternatif dipikirkan waktu itu. Masih sambil mencari tiket di jam berikutnya atau malah mau sekalian lewat stasiun lain, waktu itu yang terpikirkan adalah stasiun Yogyakarta. 

Untungnya masih ada tiket di jam berikutnya di Stasiun Purwokerto. Setelah mengetahui tiket sudah di tangan, kami jadi ikut lega dan berkendara dengan tenang. Hampir jam 10 malam kami tiba lagi di Purwokerto. Sekalian beristirahat kami ikut mengantarkan lagi Shera dan Mas Faisal untuk ke Stasiun Purwokerto. Di situlah tim pendakian merbabu berpisah. Teman pendakian juga faktor penting dalam proses pendakian, yang menemanimu sampai puncak, yang selalu memberikan dukungan. 

Foto para tokoh cerita di postingan ini

Itulah kisah perjalan pendakian ke Merbabu setahun yang lalu, sengaja aku tuliskan setahun berikutnya agar pelajaran ini semakin aku resapi dengan baik. Saat itu di merbabu kita semua mampu terus berjalan meskipun perlahan.  "I walk slowly, but I never walk backward " kalau kata Abraham Lincoln. "Alon-alon asal kelakon" kalau kata pepatah jawa. Bekal pengalaman yang baik bahwa saat menjalani hidup mari terus berjalan ke depan meskipun perlahan, jangan sampai bergerak mundur.

Terimakasih.
Pendaki pemula.
frondyff

You Might Also Like

0 komentar