Baru saja kendaraan yang aku naiki ini berjalan, hari ini aku melakukan tur lapangan untuk melakukan proses uji terima proyek pembangunan jaringan telekomunikasi. Bergegas dengan beberapa orang, aku mulai naik ke lokasi. Hamparan kebun salak di kanan-kiri rasanya sudah menjadi hal yang biasa. Rasanya saat kecil dulu aku cuma tahu buahnya saja, tapi sekarang aku berada di salah satu kota penghasil Salak. Tidak ku sangka.
Lokasi ini mengantarkanku ke tempat yang agak tinggi dan medan yang cukup berat. Karena penasaran kenapa belum sampai-sampai aku bertanya kepada SPV proyek pembangunan ini. "Ini baru seperempat mas, medannya agak terjal memang", katanya sembari bergetar karena memang jalan itu cukup berbatu. "Oke mas, lanjut aja, ga mungkin putar balik dong hehe", candaku yang mungkin tidak kena di mereka.
Mendengar kata "masih seperempat" tadi malah membawaku terbawa ke perenunganku sendiri. Perjalanan seperempat abad ini membawaku kembali ke perenungan, kata terjal dan bergelombang tadi sedikit banyak menjadi deskripsi visual yang pas bagi apa yang sudah aku lewati tahun-tahun ini. Kalau istilah populer orang-orang quarter life crisis hehe. Tak terelakkan sepertinya ini kuhadapi. Ada margin cukup lebar dari apa yang kutuliskan di life goals dan apa yang kualami sekarang.
Entahlah, mungkin saja karena aku menuliskan life goal itu di sebuah pelatihan leadership yang diberikan oleh beasiswa yang aku terima saat kuliah dulu. Idealisme yang terkikis ? bisa jadi, tapi aku melihat ini hanya rutenya saja yang berbeda, setelah kulihat-lihat lagi goalnya tidak beda jauh kok. Tidak perlu putar balik. Selalu banyak kejutan yang muncul untuk mewarnai hidup rupanya. Siapa yang sangka aku menuliskan ini di sebuah kota yang sebelumnya hanya aku kenal lewat minuman khasnya dengan menjalani pekerjaan yang lebih banyak berhadapan dengan banyak orang. Tipe pekerjaan yang bukan menjadi prioritasku sebenarnya.Namun aku bersyukur karena lewat cara ini aku semakin diperlengkapi.
Garis waktu selalu berjalan pada tempoNya, meskipun aku sudah membuat rencana harian, jadwal mingguan dan agenda bulanan, ada saja sesuatu yang tak terduga. Hal tersebut yang semakin membuatku sadar bahwa apapun rencana yang kita punya, kesempatan terbaik mewujudkannya adalah tergantung dari bagaimana cara kita melakukannya hari ini dengan maksimal dan berserah pada Sang Pemilik Waktu.
Hari ini aku sampai di seperempat abad, memang benar ternyata ya, semakin bertambah umur, ulang tahun bukan jadi momen riuh gempita, ulang tahun menjadi momen refleksi dan bersyukur. Sebab aku sadar hidup akan bermakna bila berarti bagi orang lain. Itulah kenapa sekarang tiap hari aku mengambil waktu jeda dan menuliskan hal apa saja yang aku syukuri seperti yang ada di tulisan berikut "Kekuatan jeda dan terimakasih". Kekuatan manusia yang ku miliki takkan pernah cukup bertahan untuk melewati semua ini. Itulah hal yang semakin aku pegang sebagai prinsip. Kekuatanku berasal dari atas, dari Sang Pemberi Hidup. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Arunika di seperempat abad (source:dokumentasi penulis)
"Mas sudah sampai lokasinya", salah seorang tim proyek menyadarkanku, "Tadi tiangnya sudah dihitung ya?" tanyaku, memang jumlah tiang di lapangan harus dipastikan apakah sesuai dengan yang di dokumen atau tidak. "Sudah mas, tadi kan dihitung sama-sama". Oke. aku kelewatan tidak menghitung rupanya. "Nanti waktu balik kita hitung ulang lagi ya, kayaknya ada yang terlewat hitungan tiangnya tadi" jawabku meyakinkan hehe. Duh gara-gara kata seperempat tadi sih wkwk, rupanya benar setelah kami hitung balik ada tiang yang beneran terlewat oleh hitungan mereka. Melamun yang membawa berkah memang hehe.
Semoga aku tetap bisa rutin bercerita lewat blog ini ya teman-teman, aku senang karena tulisan yang aku buat untuk reminder bagi diriku sendiri ini ternyata juga menjadi reminder buat orang lain. Terimakasih untuk setiap orang yang menjadi saksi momen jatuh dan bangkitku di seperempat abad ini.
Seperempat abad melihat,
frondyff