Meninggalkan kecanduan mengeluh

15.06

"Aduh... karena kebijakan baru ini orderanku jadi pending semua nih", terdengar sayup-sayup perkataan dari salah satu rekan dari tim penjualan di kantorku. 
Sudah hampir sebulan kebijakan itu berjalan dan memang cukup berpengaruh di pencapaian penjualan kami akhir-akhir ini.

Aku jadi ikutan mengeluh karena denger tadi, kelepasan lebih tepatnya, "Andai si pembuat keputusan itu melihat langsung keadaan lapangan, pasti dia akan lebih baik dalam memutuskan aturan baru ini" gumamku sambil melihat dashboard yang dari tadi juga error. Ternyata mengeluh menular juga ya.

Huftt, aku berjalan sambil lalu ke ruanganku. yah cukup sepi juga, sebab rekan-rekan seniorku ternyata pada cuti bergantian sejak seminggu yang lalu, mau sharing jadi ndak ada temannya. Enak banget ya udah pada booking cuti sejak lama. Yah ngeluh lagi. 

Menanti kapan bisa booking cuti

Rasanya memang gampang sekali mengeluh saat datang masalah, mudah sekali menyalahkan keadaan dan orang lain di situasi itu, sesuatu yang tidak ada hubungan dengan masalah di awal juga bisa jadi sasaran keluhan kita hehe. Tanpa disadari ini bisa membuat kita kecanduan mengeluh

Sambil melihat tempelan post-it di wall of fame ruanganku, aku merenung kembali, "Emang ada ya pekerjaan tapi ga ada hambatan dan tantangannya?" Entah dari mana suara itu datang. Tapi kalau dipikir-pikir lagi hampir pasti tidak ada sih pekerjaan tanpa hambatan. 

Kalau diperhatikan lagi juga, masalah atau hambatan juga macam-macam, ada yang di luar kontrol kita ada yang di dalam kontrol kita. Kebijakan baru yang muncul tadi termasuk di luar kontrol, sehingga aku yang officer ini mau tidak mau harus nerima itu dan coba adaptasi. (lihat juga post Adaptasi Tanpa Henti)

Contoh lain hal yang di luar kendali kita misalnya, reaksi keras komplain pelanggan, pernah beberapa kali aku menemui langsung pelanggan seperti itu, kadang-kadang memang cukup menyulut emosi, padahal sudah diberi penjelasan yang cukup clear menurutku. Tapi lewat situ juga aku belajar memperbaiki cara komunikasi dengan pelanggan.

Kembali lagi ke jenis masalah tadi, ada juga masalah yang kalau dipikir-pikir, kita sendirilah penyebabnya, misalnya karena kita menunda, terdistraksi yang lain, tidak fokus, kurang mau explore. Eh habis itu mengeluhnya malah ke hal lain. Namun kita bisa melihat polanya, setelah menghadapi masalah kita pasti belajar sesuatu. 

Tidak munafik kalau aku juga mengalami kelelahan ketika melihat masalah dan hambatan datang bergantian. Deretan order terkendala dan deretan to-do-list seperti antri di spreadsheet dan agendaku. Lagi-lagi ini soal cara pandang, mentalitas pejuang yang harusnya kita bentuk dalam diri kita.

Bukankah orang-orang yang sekarang ada di puncak sukses juga ditentukan dari cara mereka menghadapi masalah yang ada, bukan dari kebiasaan mengeluh mereka. Nilai diri mereka semakin bertambah ketika mampu mengatasi masalah dan keterbatasan yang muncul.

Lagipula mengeluh itu menutup kreativitas, membuat dinding tebal ketika kita mau melangkah.
Apa tidak malu dengan permohonan yang selalu kita panjatkan pada Tuhan agar kita bisa menjadi berkat bagi orang lain namun kita sendiri kecanduan mengeluh, bagaimana bisa jadi berkat ? Hehe (lihat juga post ini )

Dalam belajar memimpin, kecanduan mengeluh harus segera ditinggalkan, bagaimana kita bisa meyakinkan yang kita pimpin kalau sambat terus di depan yang dipimpin. Tidak mudah ? memang. Namun proses berjuang inilah yang harus dialami. Fokus mencari solusi dan menyelesaikan masalah tanpa harus mengabarkan dunia seberapa menderita langkah yang kita ambil. 

Yuk sama-sama kita tinggalkan kecanduan mengeluh, boleh sesekali kok, tapi jangan berlebihan.
"Bos, makan siang bos laper nih", aku mencari sumber suara yang sama, rupanya dari nametag dengan foto diriku disana, oh dari sini suara yang mencerahkan tadi. Aku melihat jam tangan, rupanya sudah waktunya makan siang. Mengeluh akan semakin menjadi-jadi ketika lapar guys. Istirahat dan pastikan pasokan energi aman , baru pecahkan masalah.

Yang berjanji berhenti dari candu mengeluh,
frondyff

You Might Also Like

0 komentar